Tetesan air mata yang keluar dari mataku karena takut kepada Allah lebih aku sukai daripada aku bersedekah seribu dinar ('Amr bin al 'Ash)

Selasa, 13 Juli 2010

Hadits: Perumpamaan Orang yang Menuntut Ilmu Syar’i Bagaikan Hujan yang Menyirami Bumi

Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Dalam kitab Riyadhus Shalihin Kitabul Ilmi Al Imam An Nawawi menyebutkan hadits nabi shallalahu’alaihi wasallam dari Abi Musa radhiallahu’anhu, dia berkata Nabi shalallahu’alaihi wasallam bersabda, مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةٌ طَيِبَةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيْرَ، وَكَانَ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَاسَ فَشَرِبُوْا مِنْهَا وَسَقُوْا وَزَرَعُوا، وَأَصَابَ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى إِنَمَا هِيَ قِيْعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً وَلاَ تُنْبِتُ كَلأَ؛ فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِيْنِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلّمَ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ اَلذِي أُرْسِلْتُ بِهِ “Perumpamaan petunjuk dan ilmu pengetahuan yang oleh karena itu Allah mengutus aku untuk menyampaikanya, seperti hujan lebat jatuh ke bumi; bumi itu ada yang subur, menyerap air, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rumput-rumput yang banyak. Ada pula yang keras tidak menyerap air sehingga tergenang, maka Allah memberi manfaat dengan hal itu kepada manusia. Mereka dapat minum dan memberi minum (binatang ternak dan sebagainya), dan untuk bercocok tanam. Ada pula hujan yang jatuh kebagian lain, yaitu di atas tanah yang tidak menggenangkan air dan tidak pula menumbuhkan rumput. Begitulah perumpamaan orang yang belajar agama, yang mau memanfaatkan sesuatu yang oleh karena itu Allah mengutus aku menyampaikannya, dipelajarinya dan diajarkannya. Begitu pula perumpamaan orang yang tidak mau memikirkan dan mengambil peduli dengan petunjuk Allah, yang aku diutus untuk menyampaikannya.” (Muttafaqun’alaih) Abu Abdillah berkata bahwa Ishaq berkata, "Dan ada diantara bagian bumi yang digenangi air, tapi tidak menyerap." Kandungan Hadits Tentang hadits diatas, setelah memaparkan keterangan yang menjelaskan hadits diatas dari segi bahasa (arab), Ibnu Hajar Al Asqalani -penulis kitab fikih (klasik) Bulughul Maram- dalam kitabnya Fathul Bari, menjelaskan : Al Qurtubi dan yang lainnya mengatakan bahwa Rasulullah ketika datang membawa ajaran agama, beliau mengumpamakannya dengan hujan yang datang kepada manusia dikala mereka membutuhkannya. Demikianlah kondisi manusia sebelum Rasulullah diutus. Seperti hujan menghidupkan tanah yang mati, demikian pula ilmu agama dapat menghidupkan hati yang mati. Kemudian beliau mengumpamakan orang yang mendengarkan ilmu agama dengan berbagai macam tanah yang terkena air hujan, diantara mereka adalah orang alim yang mengamalkan ilmunya dan mengajar. Orang ini seperti jenis tanah yang subur yang menyerap air sehingga dapat memberi manfaat untuk dirinya, dan kemudian tumbuhlah tumbuh-tumbuhan padanya sehingga dapat memberi manfaat bagi yang lain. Diantara mereka ada juga orang yang menghabiskan waktunya untuk menuntut ilmu namun dia tidak mengerjakan yang sunnah-sunnahnya dan tidak memahami secara mendalam ilmu yang ia kumpulkan, akan tetapi dia tunaikan (sampaikan.red) untuk orang lain, maka dia bagaikan tanah yang tergenangi air sehingga manusia dapat memanfaatkannya. Orang inilah yang diindikasikan dalam sabda beliau, "Allah memperindah wajah seseorang yang mendengar perkataan-perkataanku dan dia menghafalnya dan menyampaikanya seperti yang dia dengar. Betapa banyak orang yang menyampaikan fiqih kepada orang yang lebih mengerti darinya …. (Shahih HR. At Tirmidzi no. 2657, Ahmad 1/437. Ibnu Majah 232 dll.) Diantara mereka juga ada yang mendengar ilmu namun tidak menghafal atau menjaganya serta tidak mengamalkannya dan tidak pula mengajarkannya kepada orang lain, maka dia seperti tanah yang kering dan tandus tidak dapat menyerap air sehingga merusak tanah yang ada di sekelilingnya. Dikumpulkannya perumpamaan bagian pertama dan kedua (bumi itu ada yang subur, menyerap air, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rumput-rumput yang banyak, dan ada pula yang keras tidak menyerap air sehingga tergenang, maka Allah memberi manfaat dengan hal itu kepada manusia. Mereka dapat minum dan memberi minum (binatang ternak dan sebagainya), dan untuk bercocok tanam adalah karena keduanya sama-sama bermanfaat. Sedangkan dipisahkannya bagian ketiga, karena tercela dan tidak bermanfaat. Wallaahu a’lam Kemudian dalam setiap perumpamaan terdiri dari dua kelompok. Perumpamaan pertama telah kita jelaskan tadi, sedang perumpamaan kedua, bagian pertamanya adalah orang yang masuk agama (Islam) namun tidak mendengarkan ilmu atau mendengarkannya tapi tidak mengamalkan dan tidak mengajarkannya. Kelompok ini diumpamakan layaknya tanah tandus, yang diisyaratkan oleh Nabi Shallallahu Alaihi was Sallam dalam sabdanya, “Orang yang tidak mau peduli” yaitu berpaling dari ilmu sehingga dia tidak bisa mengambil manfaat untuk dirinya dan tidak pula dapat memberi manfaat kepada orang lain. Adapun bagian kedua adalah orang yang tidak mau masuk ke dalam agama Islam sama sekali, bahkan telah disampaikan kepadanya pengetahuan tentang agama Islam, tapi dia mengingkari dan kufur kepadanya. Kelompok ini diumpamakan dengan tanah keras yang berbatu yang tidak ada tumbuhan sama sekali, dimana air mengalir diatasnya lewat begitu saja tanpa dapat memanfaatkannya. Hal ini diisyaratkan dengan perkataan beliau shallallahu‘alaihi wasallam, "Dan dia tidak menerima petunjuk Allah yang aku bawa". Ath-Thibi mengatakan, "Manusia terbagi menjadi dua. Pertama, manusia yang memanfaatkan ilmu untuk dirinya namun tidak mengajarkannya kepada orang lain. Kedua, manusia yang tidak bisa mengambil manfaat untuk dirinya, tapi dia mengajarkan kepada orang lain. Menurut saya kategori pertama masuk dalam kelompok pertama, karena secara umum manfaatnya ada walaupun tingkatnya berbeda. Begitu pula dengan tanaman yang tumbuh, diantaranya ada yang subur dan memberi manfaat kepada manusia dan ada juga yang mengering. Adapun kategori kedua walaupun dia mengerjakan hal-hal yang wajib dan meninggalkan yang sunnah, sebenarnya dia termasuk dalam kelompok yang kedua seperti yang telah kita jelaskan; dan seandainya dia meninggalkan hal-hal yang wajib maka dia adalah orang yang fasik dan kita tidak boleh mengambil ilmu darinya. Orang semacam ini termasuk dalam, man lam yar fa’ bi dzalika ro san. Wallahu a’lam". Dinukil dari kitab Fathul Bari (penjelasan kitab Shahih Al Bukhari) karya Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani. Jilid 1 Hal. 175 – 177. Cet. Darul Fikr. Penutup (red) Dari uraian diatas, mari kita berkaca pada pribadi kita masing-masing. Termasuk dalam kelompok manakah kita ; kelompok tanah yang menyerap air sehingga dapat memberi manfaat bagi dirinya, kemudian tanah tersebut dapat menumbuhan tumbuh-tumbuhan sehingga dapat memberi manfaat pula bagi yang lain, atau kelompok kedua yakni kelompok tanah yang mampu menahan air walaupun tidak tumbuh tanaman padanya namun air yang ditampungnya bermanfaat bagi yang lain. Ataukah yang ketiga yaitu kelompok tanah yang yang tidak dapat menerima air sehingga merusak tanah yang ada di sekelilingnya? Demikianlah Wahai saudaraku, jadikan diri-diri kita sebagai ulul Albab orang yang cerdik cendikia. Semoga Allah memudahkan kita semua untuk menuju dan meniti jalan kebaikan dengan senantiasa dibimbing ilmu yang bagaikan hujan yang menumbuhkan tanaman yang menghasilkan buah yang manis nan indah. Amin. [Dinukil dari kitab Syarah Riyadhus Shalihin, Bagian Kitabul Ilmi Hadits ke 1378, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, cetakan Darul Atsar (3/424-426), diterjemahkan oleh Al Ustadz Muhammad Rifa'i] Sumber: Buletin Da’wah Islam Riyadhus Shalihin Edisi 006/Jumadil Tsani/1427 H. Baca selengkapnya Agama adalah Nasihat: Juli 2010

Rabu, 07 Juli 2010

IBRAHIM ALAIHISSALAM SANG PAHLAWAN PEMBERANI

Oleh Al Ustadz Jafar Salih Minggu, 23 Mei 2010 - 22:58:16 Hit: 661 Ibrahim Alaihissalaam adalah sosok nabi yang agung dan mulia. Berapa banyak lembaran-lembaran kehidupannya yang merupakan teladan bagi setiap insan. Seperti pengorbanannya yang besar ketika Allah mencobanya dengan mimpi untuk menyembelih Ismail anaknya tercinta. Kisah ini sering kali diketengahkan khususnya pada momentum hari raya kurban. Begitu pula kisah beliau ketika meninggalkan istrinya di lembah tak bertuan, kisahnya ketika membangun Ka’bah dan lain sebagainya. Dan disana ada teladan terbesar yang melebihi kisah-kisah di atas. Tapi hal ini kurang mendapat perhatian dari penulis dan juru-juru khutbah. Yaitu perjuangannya yang besar dalam mendakwahkan Tauhid. Sebagaimana telah diketengahkan pada edisi sebelumnya, bahwa Ibrahim Alaihissalaam melewati fase demi fase dalam dakwahnya ke jalan Allah. Dari mendakwahkan keluarganya sendiri kemudian kaumnya dengan hujjah-hujjah yang kuat kemudian beranjak mendakwahi penguasa dzalim, thagut yang mengaku sebagai tuhan dengan gagah dan penuh keberanian. Akan tetapi semua itu tiada berguna dihadapan massa dan penguasa yang fanatik, mereka membalas hujjah dengan kesombongan dan argumen dengan kebodohan. Dari situlah Ibrahim melakukan reformasi (perubahan) dengan tangan. Akan tetapi dari manakah beliau memulai dan apakah metode yang tepat dalam merubah realita yang kelam ini?! Apakah Ibrahim akan mengobarkan revolusi kepada pemerintahan ketika itu?!! Bukankan kekuasaan kala itu merupakan sumber kesyirikan dan kesesatan?!! Tidak berhukum dengan hukum Allah, menggunakan syariat buatan?!! Apalagi rajanya sendiri mengaku-ngaku sebagai tuhan?!! Kenapa Ibrahim tidak merencanakan saja sebuah pemberontakan?!! Dengannya beliau bisa memangkas segala macam bentuk kesyirikan dan kerusakan kemudian di atas puing-puingnya beliau bisa mendirikan negara Islam dengan Ibrahim sendiri sebagai pemimpin dan rajanya?!! Jawaban dari ini semua adalah: sekali-kali tidak! Tidaklah pantas bagi para nabi dan orang-orang suci menempuh jalan-jalan ini atau bahkan berpikir untuk menempuhnya, karena ia adalah jalan-jalan para pelaku kedzaliman dan orang-orang bodoh serta para pencari dunia dan kekuasaan. Sesungguhnya para nabi adalah da’i-da’i tauhid dan penyampai hidayah kepada manusia dan juru selamat dari kebatilan dan kesyirikan maka apabila mereka beranjak melakukan reformasi dengan tangan (kekuatan) maka mereka adalah orang yang paling tahu caranya dan paling berakal, maka haruslah memulai dengan memberantas kesyirikan dan kesesatan yang hakiki dan seperti itulah yang dilakukan Ibrahim Alaihissalaam sang nabi yang cerdas dan bijak sekaligus pahlawan yang gagah berani. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan) nya. (Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?" Mereka menjawab: "Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata". Mereka menjawab: "Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main" Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Rabb kamu ialah Rabb langit dan bumi yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu." Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya. Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya. Mereka berkata: "Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap sesembahan-sesembahan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zalim." Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim." Mereka berkata: "(Kalau demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak, agar mereka menyaksikan." Mereka bertanya: "Apakah kamu, yang melakukan perbuatan ini terhadap sesembahan-sesembahan kami, hai Ibrahim?" Ibrahim menjawab: "Sebenarnya patung yang besar itu yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara." Maka mereka telah kembali kepada kesadaran mereka dan lalu berkata: "Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri)", kemudian kepala mereka jadi tertunduk (lalu berkata): "Sesungguhnya kamu (hai Ibrahim) telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara." Ibrahim berkata: "Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi manfa'at sedikitpun dan tidak (pula) memberi mudharat kepada kamu" Ah (celakalah) kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah. Maka apakah kamu tidak memahami?! Mereka berkata: "Bakarlah dia dan bantulah sesembahan-sesembahan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak." Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim", mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka orang-orang yang paling merugi.” (QS. Al Anbiya: 51-70) Demikianlah reformasi Ibrahim sang pahlawan pemberani, nabi yang bijak dan cerdas terhadap kerusakan yang meliputi segenap aspek kehidupan pada masyarakat dan pemerintahan. Bahwasanya Al Qur’an telah menceritakan kepada kita kisah nabi yang mulia ini, imam para nabi bahwa beliau memulai dakwahnya dengan memperbaiki akidah mendakwahkan tauhid dan memerangi kesyirikan. Dan pada kisah selamatnya Ibrahim dari jilatan api yang membakarnya terdapat bukti yang besar akan kenabiannya dan kebenaran dakwahnya dan kebenaran ajaran yang dibawanya dari ajaran tauhid sekaligus juga peristiwa ini sebagai dalil akan batilnya ajaran masyarakat dan pemerintahannya dari ajaran kesyirikan dan kesesatan. Maka Allah Subhanahu Wa Ta'ala menganugrahkan kepada Ibrahim Alaihissalaam atas dakwahnya yang bijak dan jihad dan pengorbanannya yang besar ini dengan balasan yang besar, Allah berfirman, “Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia. Dan Kami telah memberikan kepadanya (Ibrahim) Ishak dan Ya'qub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masing Kami jadikan orang-orang yang saleh. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebaikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah.” (QS. Al Anbiya: 71-73) Sumber : disusun dari "Manhaj Anbiya' fid Dakwah ilallah" Baca selengkapnya Agama adalah Nasihat: Juli 2010